Walkot Jayapura Minta Sejarah 1 Mei 1963 Tak Diputarbalikkan

CNN Indonesia
Jumat, 30 Apr 2021 20:13 WIB
Walkot Jayapura Benhur Tommy Mano menyebut 1 Mei 1963 merupakan momen Papua kembali menjadi bagian Indonesia.
Ilustrasi (Dok. Google Earth)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano meminta fakta sejarah dari peringatan 1 Mei 1963, kembalinya Papua ke Indonesia tidak diputarbalikkan. Tommy mengatakan fakta tersebut harus dijaga dan disosialisasikan ke generasi mendatang.

"Karena 1 Mei 1963, Papua telah kembali ke pangkuan NKRI dan ini diharapkan dijaga serta disosialisasikan kepada masyarakat juga generasi muda," kata Tommy di Jayapura, Jumat (30/4) dikutip Antara.

Menurut Tommy, peringatan 1 Mei 1963 ini harus terus disosialisasikan kepada generasi muda. Ia juga meminta semua pihak ikut membangun Papua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memaknai peringatan 1 Mei 1963 ini adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur serta ekonomi," ujarnya.

Tommy menyadari terdapat perbedaan dalam memaknai peringatan 1 Mei 1963 itu. Namun, ia mengaku akan terus melakukan pendekatan persuasif agar peringatan Papua menjadi bagian Indonesia bisa diterima oleh seluruh masyarakat Papua.

ADVERTISEMENT

"Wajar jika ada hal yang berbeda, namun kami akan terus melakukan pendekatan-pendekatan yang persuasif agar bisa diterima oleh seluruh masyarakat di Papua," katanya.

Tahun ini merupakan peringatan ke-58 kembalinya Papua ke Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, Irian Barat secara de facto dan de jure merupakan bagian RI. Pemerintah Kota Jayapura kerap memperingati 1 Mei ini dengan menggelar upacara.

Sebelum 1 Mei 1963 terdapat Perjanjian New York yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962 antara Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda yang difasilitasi oleh Amerika Serikat.

Perjanjian ini digelar karena sebelum perjanjian ditandatangani, Indonesia mendesak agar Papua yang masih dikuasai Belanda untuk diserahkan.

Beberapa poin Perjanjian New York antara lain Belanda harus menyerahkan Papua pada badan PBB, United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) paling lambat 1 Oktober 1962. Perjanjian New York ini pula yang jadi landasan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 digelar.

Dalam Perjanjian New York, referendum harus digelar dengan mekanisme satu orang satu suara atau one man one vote. Dengan kata lain, setiap penduduk Papua memiliki suara untuk menentukan pilihannya. Namun, pelaksanaannya menggunakan mekanisme musyawarah.

"Pada 1969, akhirnya hanya 1.025 orang dipilih oleh pihak Indonesia untuk 100 persen mendukung integrasi dengan Indonesia. Mereka diancam dan dipaksa memilih Indonesia. Ini secara prinsip bertentangan dengan Perjanjian New York," kata aktivis Papua Filep Karna beberapa waktu lalu.

(Antara/fra)


[Gambas:Video CNN]
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER